09 October 2009

MIMPI BURUK ORANG2 MISKIN DI JAKARTA

PEJABAT Jakarta seperti ditampar. Seorang warganya harus menggendong mayat anaknya karena tak mampu sewa mobil jenazah.

Penumpang kereta rel listrik (KRL) jurusan Jakarta - Bogor pun geger

Minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn).
Supriono akan memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa KRL. Tapi di Stasiun Tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan. Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi.

Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa untuk berobat ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi. “Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari”. Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu.
Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.

Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (5/6) pukul 07.00.
Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan Muriski termangu. Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans. Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke Stasiun Tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di Kramat, Bogor. Ia berharap di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung.

Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di Stasiun Tebet.
Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap Sang Khalik. Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Ketika KRL jurusan Bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam.

Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan.
Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan pulang dari RSCM. Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kaku. Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya. Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi Karen atidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor.

Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan.

Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli terhadap sesama. “Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang keluarga Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap. Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia”, ujarnya.

Koordinator Urban Poor Consortium, Wardah Hafidz, mengatakan peristiwa itu seharusnya tidak terjadi jika pemerintah memberikan pelayanan kesehatan bagi orang yang tidak mampu. Yang terjadi selama ini, pemerintah hanya memerangi kemiskinan, tidak mengurusi orang miskin kata Wardah.

02 October 2009

RUU Ketenagalistrikan Berpotensi Menyengsarakan Rakyat

Listrik adalah salah satu sumber energi yang digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti kebutuhan rumah tangga, transportasi, proses produksi, penerangan jalan, dan sebagainya. Kebijakan listrik di Indonesia dituangkan dalam UU no 15 tahun 1985 mengenai ketenagalistrikan yang menekankan pentingnya tenaga listrik bagi kemakmuran rakyat pada umumnya serta untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi pada khususnya. Oleh karena itu usaha penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan serta pengolahannya perlu ditingkatkan supaya tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup merata dengan kualitas pelayanan yang baik.

Masalah kelistrikan di Indonesia sebenarnya sudah sangat jelas, yaitu kurangnya pasokan. Hampir di seluruh daerah di Indonesia, tingkat beban puncak melebihi daya mampu. Apa yang menjadi sebab kesenjangan antara kebutuhan listrik dan pasokan listrik di Indonesia? PLN, sebagai satu-satunya produsen listrik di Indonesia menghadapi banyak persoalan yang dilematis dalam mengurus sistem kelistrikan Indonesia. Pertama mengenai harga. Harga listrik telah dipatok oleh pemerintah sedangkan biaya produksi naik berlipat-lipat sementara subsidi terus dikurangi. Kedua, PLN harus menghadapi pemasok energi primer yang harganya sudah dilepas ke mekanisme pasar (Tempo, edisi 3-9/03/2008).

Sedangkan untuk rakyat Indonesia di Jawa-Bali saja, penggunaan listrik bagi kebutuhan rumah tangganya telah mencapai 90%. Sedangkan untuk wilayah luar Jawa, walaupun belum semua menggunakan jasa listrik untuk kebutuhan rumah tangganya, namun dapat dipastikan bahwa sebagian besar rakyat di luar Jawa juga membutuhkan listrik untuk membantu produktivitas rumah tangga dan industrinya. Untuk itu, listrik dapat dianggap sebagai sebuah kebutuhan yang mungkin tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyrakat untuk menjalani kehidupannya.

Oleh karena itu, bidang kelistrikan kemudian juga menjadi incaran para pemilik modal untuk mendapatkan keuntungan. Dengan asumsi sekitar 90% masyarakat di Jawa dan Bali menggunakan listrik untuk membantu produktivitas rumah tangganya, maka ini bisa menjadi lahan bisnis baru bagi para pemilik modal.

Untuk melancarkan swastanisasi/privatisasi bidang kelistrikan kemudian pemerintah pada tahun 2002 memberlakukan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Inti dari UU No 20 Tahun 2002 tersebut adalah mengupayakan swastanisasi/privatisasi kelistrikan di Jawa-Bali dapat terwujud dan menyerahkan PLN Luar Jawa ke Pemda. Hal ini jelas akan berdampak pada semakin tingginya biaya listrik yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia, khususnya di Jawa-Bali serta membebankan PEMDA dalam memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarkatnya. Dalam salah satu pasalnya di UU NO 20 Tahun 2002 disebutkan bahwa usaha pembangkitan tenaga listrik dilakukan berdasakan kompetisi. Artinya untuk pembangkit tenaga listrik, setiap pemilik modal dapat berkompetisi untuk membangun instalasi tersebut. Hal ini jelas akan berdampak seperti halnya swastanisasi yang saat ini terjadi di bidang pendidikan dan kesehatan. Masyarakat yang tidak mampu secara finansial akan tertutup aksesnya untuk menikmati listrik karena tidak memiliki biaya.

Akan tetapi pada 15 Desember 2004, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan karena bertentangan dengan konstitusi UUD’45. Untuk selanjutnya pemerintah dan DPR diminta untuk segera menyiapkan undang-undang baru sebagai pengganti UU No 20 Tahun 2002. Namun dalam Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru pun masih sarat dengan bau Neoliberalisme yang akan menyengsarakan rakyat. Penyediaan ketenagalistrikan akan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang berlandaskan prinsip Otonomi Daerah. Selain itu upaya untuk menswastanisasi bidang ketenagalistrikan juga masih sangat kental dalam RUU Ketengalistrikan yang baru.

Dengan disahkannya UU Kelistrikan yang baru, swasta bisa langsung menjual listrik ke masyarakat di daerah yang belum terjangkau listrik PLN. Sedangkan untuk daerah yang sudah terjangkau listrik PLN, maka pihak swasta, koperasi dan BUMN bisa menjual listriknya ke PLN. Meskipun baru rencana dan masih dalam hitung-hitungan PLN, yang belum mendapat persetujuan DPR dan Pemerintah. Rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) oleh PLN yang dikabarkan berkisar 20-30% ditolak pengusaha. Kenaikan tersebut akan mengganggu ongkos produksi industri dan daya saing, termasuk memberatkan konsumen umum. Rakyat Indonesia oleh pemerintah saat ini hanya dijadikan “sapi perah” agar dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi para pemilik modal. Hal ini juga menunjukkan ketertundukkan pemerintah kepada para pemilik modal dan tidak mempedulikan nasib rakyat Indonesia akibat diberlakukannya berbagai kebijakan yang dimunculkan oleh pemerintah. Dengan adanya UU ketenagalistrikan yang baru ini sangat bertolak belakang dengan UUD 1945 pasal 33 yang berbunyi:

"Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."

Sudah jelas bahwa sistem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Bahkan sebenarnya bukan hanya gagal, namun sistem Neoliberalisme-Kapitalisme jelas-jelas hanya akan menyengsarakan kehidupan rakyat Indonesia dan hanya ingin menguntungkan kepentingan-kepentingan para pemilik modal.

DPR, sebagai badan legislatif seharusnya menolak dengan tegas diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru, untuk menggantikan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Karena sebenarnya RUU Ketenagalistrikan yang akan diberlakukan tersebut tidak berbeda dengan Undang-undang sebelumnya, dimana hanya akan menguntungkan kepentingan para pemilik modal dan menyengsarakan rakyat Indonesia.

”pemerintah seharusnya melakukan restrukturisasi energi listrik sebagai bagian dari reformasi ekonomi yang meningkatkan efisiensi ekonomi nasional tanpa memberi angin segar kepada sektor swasta dan mengesampingkan kesejahteraan rakyat banyak.”